ETIKA LINGKUNGAN HIDUP
A. Pengertian dan Definisi Etika Lingkungan Hidup
Etika
merupakan pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran dan pandangan
moral. Etika lingkungan hidup dipahami sebagai refleksi kritis atas
norma-norma atau nilai moral dalam komunitas manusia untuk diterapkan
secara lebih luas dalam komunitas biotis dan komunitas ekologis.
Etika
lingkungan hidup merupakan petunjuk atau arah perilaku praktis manusia
dalam mengusahakan teruwujudnya moral dan upaya untuk mengendalikan alam
agar tetap berada pada batas kelestarian. Etika lingkungan hidup juga
berbicara mengenai relasi di antara semua kehidupan alam semesta, yaitu
antara manusia dengan manusia yang mempunyai dampak pada alam dan antara
manusia dengan makhluk lain atau dengan alam secara keseluruhan.
B. Paradigma Lingkungan Hidup
Yang
dimaksud dengan paradigma adalah suatu pandangan dasar yang dianut atau
diikuti pada kurun waktu tertentu, diakui kebenarannya serta
berpengaruh terhadap perkembangan ilmu dan kehidupan. Harvey dan Holly
(1981) mengutip batasan pengertian paradigma yang dikemukakan oleh Kuhn
dalam The Structure of Scientific Revolution
(1970) yang mengartikan paradigma sebagai “keseluruhan kumpulan
(konstelasi) kepercayaan-kepercayaan, nilai-nilai, cara-cara (teknik)
mempelajari, menjelaskan, cakupan dan sasaran kajian, dan sebagainya
yang dianut oleh warga suatu komunitas tertentu”.
Kebutuhan
manusia selalu berkembang, seiring dengan berkembangnya kebutuhan.
Dalam menjawab kebutuhannya, manusia mulai memanfaatkan alam secara
intensif. Bersamaan dengan itu, ada perubahan dalam melihat hubungan
manusia dengan alam. Perubahan hubungan manusia dengan alam tersebut
mulai dari antroposentrisme, biosentrisme dan ekosentrisme.
Antroposentrisme (antropos=manusia),
adalah suatu etika yang memandang manusia sebagai pusat dari alam
semesta. Dalam antroposentrisme, etika nilai dan prinsip moral hanya
berlaku bagi manusia. Kepentingan manusia mempunyai nilai tertinggi
dibandingkan makhluk hidup yang lainnya. Manusia dianggap paling
berpengaruh dalam tatanan ekosistem. Segala sesuatu yang ada di alam
semesta dianggap mempunyai nilai sepanjang berfungsi dan berguna bagi
kebutuhan manusia. Alam hanya sebagai objek dan sarana sebagai pemenuh
kebutuhan manusia tanpa memperhatikan keadaan alam, dan akibat yang
ditimbulkan karena pemanfaatannya. Yang menjadi masalah adalah apabila
antroposentrisme mengakibatkan manusia mengeksploitasi alam secara
berlebihan di luar batas toleransi ekosistem. Krisis lingkungan hidup
bukan diakibatkan oleh pendekatan antroposentrisme, tetapi oleh
antroposentrisme yang berlebihan.
Biosentrisme
memandang bahwa semua makhluk hidup dalam ekosistem mempunyai nilai dan
berharga, sehingga pantas mendapat pertimbangan dan kepedulian moral. Semua
kehidupan di alam semesta adalah kesatuan moral. Segala keputusan
penggunaannya harus mempertimbangkan aspek moral. Etika dipahami tidak
hanya terbatas pada manusia, namun juga bagi seluruh makhluk hidup.
Ekosentrisme
mencakup cakupan yang lebih luas lagi, manusia, makhluk hidup, dan
lingkungannya. Etika diberlakukan tidak hanya kepada makhluk hidup, tapi
juga pada lingkungan. Secara ekologis, makhluk hidup dan lingkungannya
terikat pada satu kesatuan. Istilah untuk pendekatan ekosentrisme adalah
deep ecology yang dipopulerkan oleh Arne Naess, seorang filsuf Norwegia tahun 1973.
C. Prinsip-Prinsip Etika Lingkungan
Prinsip
etika lingkungan hidup dirumuskan dengan tujuan untuk dapat dipakai
sebagai pegangan dan tuntutan bagi perilaku manusia dalam berhadapan
dengan alam. Keraf memberikan minimal ada Sembilan prinsip dalam etika
lingkungan hidup, yaitu:
1. Prinsip sikap hormat terhadap alam (respect for nature)
Manusia
mempunyai kewajiban menghargai hak semua makhluk hidup untuk berada,
hidup, tumbuh, dan berkembang secara alamiah sesuai dengan tujuan
penciptanya. Untuk itu manusia perlu merawat, menjaga, melindungi, dan
melestarikan alam beserta seluruh isinya serta tidak diperbolehkan
merusak alam tanpa alasan yang dapat dibenarkan secara moral.
2. Prinsip tanggung jawab (moral responsibility for nature)
Sejatinya
alam adalah milik kita bersama. Jika alam dihargai sebagai bernilai
pada dirinya sendiri, maka rasa tanggung jawab akan muncul dengan
sendirinya pada diri manusia.
3. Prinsip solidaritas kosmis (cosmic solidarity)
Solidaritas
kosmis pada hakekatnya adalah sikap solidaritas manusia dengan alam.
Solidaritas kosmis berfungsi untuk mengontrol perilaku manusia dalam
batas-batas keseimbangan kosmis, serta mendorong manusia untuk mengambil
kebijakan yang pro alam dan tidak setuju terhadap tindakan yang merusak
alam.
4. Prinsip kasih saying dan kepedulian terhadap alam (caring for nature)
Prinsip
ini merupakan prinsip moral satu arah yang artinya tanpa mengharap
balasan serta tidak didasarkan pada pertimbangan kepentingan pribadi
melainkan untuk kepentingan alam.
5. Prinsip tidak merugikan (no harm)
Prinsip
ini merupakan prinsip tidak merugikan alam secara tidak perlu. Bentuk
minimal berupa tidak perlu melakukan tindakan yang mrugikan atau
mengancam eksistensi makhluk hidup lain di alam semesta.
6. Prinsip hidup sederhana dan selaras dengan alam
Prinsip
ini menekankan pada nilai, kualitas, cara hidup, dan bukan kekayaan,
sarana,standard material. Bukan rakus dan tamak mengumpulkan harta dan
memiliki sebanyak-banyaknya,mengeksploitasi alam, tetapi yang lebih
penting adalah mutu kehidupan yang baik. Prinsip moral hidup sederhana
harus dapat diterim oleh semua pihak sebagai prinsip pola hidup yang
baru agar kita dapat berhasil menyelamatkan lingkungan hidup.
7. Prinsip keadilan
Prinsip
keadilan sangat berbeda dengan prinsip-prinsip sebelumnya, Prinsip
keadilan lebih ditekankan pada bagaimana manusia harus berperilaku adil
terhadap yang lain dalam keterkaitan dengan alam semesta juga tentang
sistem social yang harus diatur agar berdampak positif bagi kelestarian
lingkungan hidup. Prinsip keadilan terutama berbicara tentang peluang
dan akses yang sama bagi semua anggota masyarakat dalam ikut menentukan
kebijakan pengelolaan sumbar daya alam, dan dalam ikut menikmati
pemanfaatannya.
8. Prinsip demokrasi
Demokrasi
justru memberi tempat seluas-luasnya bagi perbedaan, keanekaragaman,
dan pluralitas. Oleh karena itu setiap orang yang peduli dengan
lingkungan adalah orang yang demokratis, sebaliknya orang yang
demokratis sangat mungkin bahwa dia seorang pemperhati lingkungan.
Pemperhati lingkungan dapat berupa multikulturalisme, diverivikasi pola
tanam, diversivikasi pola makan, dan sebagainya.
9. Prinsip integrasi moral
Prinsip
ini terutama ditujukan untuk pejabat, misalnya orang yang diberi
kepercayaan untuk melakukan analissi mengenai dampak lingkungan
merupakan orang-orang yang memiliki dedikasi moral yang tinggi karena
diharapkan dapat menggunakan akses kepercayaan yang diberikan dalam
melaksanakan tugasnya dan tidak merugikan ingkungan hidup fisik dan non
fisik atau manusia.
Kesembilan prinsip etika lingkungan hidup tersebut diharapkan dapat menjadi lingkungan hidup.
D. Perilaku Manusia terhadap Lingkungan Hidup
Perilaku
manusia terhadap lingkungan hidup telah dapat dilihat secara nyata
sejak manusia belum berperadaban, awal adanya peradaban,dan sampai
sekarang pada saat peradaban itu menjadi modern dan semakin canggih
setelah didukung oleh ilmu dan teknologi.Ironisnya perilaku manusia
terhadap lingkungan hidup tidak semakin arif tetapi
sebaliknya.Kekeringan dan kelaparan berawal dari pertumbuhan penduduk
yang tinggi,penggundulan hutan,erosi tanah yang meluas,dan kurangnya
dukungan terhadap bidang pertanian,bencana longsor,banjir,terjadi
berbagai ledakan bom,adalah beberapa contoh kelalaian manusia terhadap
lingkungan. Sebenarnya kemajuan ilmu dan teknologi diciptakan manusia
untuk membantu memecahkan masalah tetapi sebaliknya malapetaka menjadi
semakin banyak dan kompleks, oleh karena itu dianjurkan untuk dapat
berperilaku menjadi ilmuwan dan alamiah melalui amal yang ilmiah.
Sekecil apapun perilaku manusia terhadap lingkungan hidupnya harus
segera diperbuat untuk bumi yang lebih baik,bumi adalah warisan nenek
moyang yang harus dijaga dan diwariskan terhadap anak cucu kita sebagai
generasi penerus pembangunan yang berwawasan lingkungan
berkelanjutan.Lingkungan hidup terbagi menjadi tiga yaitu lingkungan
alam fisik (tanah,air,udara) dan biologis (tumbuhan - hewan), Lingkungan
buatan (sarana prasarana),dan lingkungan manusia (hubungan sesama
manusia). Perilaku manusia terhadap lingkungan yang tepat antara lain
tidak merusak tanah,tidak menggunakan air secara berlebih,tidak membuang
sampah sembarangan.Dalam rangka usaha manusia untuk menjaga lingkungan
hidup,telah banyak bermunculan perilaku nyata berupa gerakan-gerakan
peduli lingkungan hidup baik bersifat individu,kelompok,swasta,maupun
pemerintah. Tapi yang terpenting dari itu semua adalah bentuk konkrit
yang harus dilakukan oleh semua pihak dalam berinteraksi dengan
lingkungan hidup.
E. Etika Keutamaan dan Etika Kewajiban
Dalam
mencari dan memahami etika lingkungan hidup perlu diperhatikan dua
macam etika, yaitu etika keutamaan dan etika kewajiban. Manakah dari
keduanya yang lebih baik atau lebih “etis” dijadikan sebagai pola etika
lingkungan hidup?
a. Etika Keutamaan
Etika
keutamaan tidak berhubungan dengan benar atau salahnya tindakan manusia
menurut prinsip-prinsip moral tertentu, melainkan dengan baik dan
buruknya perilaku atau watak manusia (B. Williams, 1985:1). Etika ini
bertujuan mengarahkan manusia kepada pengenalan akan tujuan hidupnya
sendiri. Maksudnya, tujuan hidup akan dicapai melalui keutamaan berupa
keluhuran watak dan kualitas budi pekerti yang dipraktekkan dalam
kehidupan sehari-hari. Fokus perhatian utama etika keutamaan ini adalah
watak dan mutu pribadi setiap manusia, dan bukan pada apakah orang sudah
melaksanakan semua kewajiban yang ditentukan baginya. Penganjur etika
ini adalah Aristoteles. Menurutnya keutamaan arete-lah yang menjadi
keunggulan atau keberhasilan dalam menjalankan fungsi khas sesuatu.
Berdasarkan
etika itu, maka dalam konteks lingkungan hidup, manusia mempunyai
keutamaan, bila ia mampu memelihara, mengelola dan melestarikan
lingkungan hidupnya dengan baik. Sarana pencegahan pencemaran atau
pengelolaan limbah dikatakan mempunyai arete, jika dapat bekerja dengan
semestinya dalam mencegah atau menanggulangi pencemaran (rupanya di sini
tidak hanya manusia yang butuh etika, melainkan juga sarana atau
alat?), bahkan juga norma hukum lingkungan dikatakan mempunyai
keutamaan, jika dapat berfungsi dengan baik dalam penegakkannya. Jadi
baik atau buruknya lingkungan hidup kita tergantung pada mutu manusia
atau kualitas pribadi yang unggul. Yang terutama paling ditekankan oleh
Aristoteles itu adalah manusia bukan sekedar alat atau bahkan ajaran
moral. Bagaimana ini semua dapat dicapai, menurut Aristoteles orang
harus mewujudkan kemungkinan-kemungkinan manusia yang positif, termasuk
membuat sarana menjadi berfungsi secara baik.
Etika
keutamaan tersebut juga menuntut dimensi yang lain. Selain praksis
keutamaan dengan mewujudkan yang paling baik bagi lingkungan hidup, juga
dibutuhkan rasionalitas manusia dan dimensi spritual. Yang dimaksud
adalah bahwa orang perlu menjamin fungsi manusiawi pengelolaan
lingkungan hidup menurut kehendak-Nya, sebab Dialah Pencipta yang
memelihara, bukan perusak (Pierre Leroy, 1966: 13-14).
b. Etika Kewajiban
Etika
ini disebut etika peraturan atau etika normatif (K. Bertens, 2000: 17),
yaitu etika yang mengacu kepada kewajiban moral yang mengikat manusia
secara mutlak. Baik buruknya perilaku atau benar dan salahnya tindakan
secara moral diukur (dinilai) dari sesuai tidaknya dengan prinsip moral
yang wajib dipatuhi tanpa syarat. Fokus perhatian etika ini diletakkan
pada ajaran atau prinsip-prinsip moral tindakan (J. Sudarminta, Basis,
1991:163). Maka, etika ini berhubungan dengan pertanyaan: “apa yang
harus atau wajib dilakukan, yang boleh dan tidak boleh dilakukan”.
Karena itu pengetahuan atau pengenalan akan ajaran-ajaran moral penting
untuk etika ini. Sifatnya lalu menjadi praktis, dapat diharapkan bagi
suatu perilaku atau untuk persoalan-persoalan konkret (etika terapan/
applied ethics). Sekedar contoh untuk bidang lingkungan hidup: “jangan
mencemari sungai, laut, dll”; buanglah sampah pada tempatnya;
peliharalah lingkungan hidup; tidak boleh membuang limbah melebihi
ketentuan BML,” dan seterusnya.
Menurut
Imanuel Kant, tokoh utama etika ini, tindakan seseorang adalah baik
menurut ajaran moral, bukan karena tindakan itu dilakukan untuk mencapai
tujuan tertentu, melainkan demi memenuhi kewajiban semata-mata tanpa
maksud yang lain. Namun yang sulit adalah usaha untuk mengetahui
motivasi apa yang mendorong orang melakukan kewajibannya itu. Boleh
jadi, orang melakukannya supaya mendapat hadiah atau sekedar takut akan
hukuman, bukan karena ia punya keunggulan perilaku untuk itu, oleh
Kohlberg disebut prakonvensional (Bertens: 2000: 81).
F. Unsur Etika atau Moral Lingkungan
Beberapa unsur etika atau moral lingkungan yang perlu dipertimbangkan (H. Rhiti: 1996:11-18) adalah sebagai berikut:
a. Pertama,
etika lingkungan hidup sebaiknya etika keutamaan atau kewajiban? Etika
keutamaan itu perlu karena yang kita butuhkan adalah manusia-manusia
yang punya keunggulan perilaku. Sementara itu etika kewajiban, dalam
arti pelaksanaan kewajiban moral, tidak bisa diabaikan begitu saja.
Idealnya ialah, bahwa pelaksanaan keutamaan manusia Indonesia, bukan
hanya demi kewajiban semata-mata, apalagi sesuai kewajiban.
Rumusan-rumusan moral itu di satu pihak memang penting, namun di lain
pihak yang lebih penting lagi ialah bahwa orang mengikutinya karena
keunggulan perilaku.
b. Kedua,
bila etika lingkungan hidup adalah etika normatif plus etika terapan,
maka ada faktor lain yang mesti ikut dipertimbangkan, yaitu sikap awal
orang terhadap lingkungan hidup, informasi, termasuk kerja sama
multidisipliner dan norma-norma moral lingkungan hidup yang sudah
diterima masyaraakat (ingat akan berbagai) kearifan lingkungan hidup
dalam masyarakat kita, yang dapat dikatakan sebagai “moral lingkungan
hidup” (Bertens, 2000:295-300). Dari sini pula muncul pertanyaan apakah
perlu disusun semacam kode etik pengelolaan lingkungan hidup?
c. Ketiga,
etika lingkungan hidup tidak bertujuan menciptakan apa yang disebut
sebagai eco-fascism (fasis lingkungan, pinjam istilah Ton Dietz, 1996).
Artinya, dengan dan atas nama etika seolah-olah lingkungan hidup adalah
demi lingkungan hidup itu sendiri. Dengan risiko apapun lingkungan hidup
perlu dilindungi. Dari segi etika yang bertujuan melindungi lingkungan
dari semua malapetaka bikinan manusia, hal itu tentu saja baik. Namun
buruk secara etis, bila akibatnya membuat manusia tidak dapat
menggunakan lingkungan hidup itu lagi karena serba dilarang. Etika
lingkungan tidak hanya mengijinkan suatu perbuatan yang secara moral
baik, melainkan juga melarang setiap akibat buruknya terhadap manusia.
d. Keempat,
ciri-ciri etika lingkungan hidup yang perlu diperhatikan adalah sikap
dasar menguasai secara berpartisipasi, menggunakan sambil memlihara,
belajar menghormati lingkungan hidup dan kehidupan, kebebasan dan
tanggung jawab berdasarkan hati nurani yang bersih, baik untuk generasi
sekarang maupun bagi generasi yang akan datang. Yang juga penting adalah
soal oreintasi dalam pembangunan, yakni tidak hanya bersifat
homosentri, yang sering tidak memperhitungkan ecological externalities,
melainkan juga ekosentris. Pembangunan tidak hanya mementingkan manusia,
melainkan kesatuan antara manusia dengan keseluruhan ekosistem atau
kosmos.
Nilai-nilai
etika lingkungan sangat mudah dipahami oleh segenap lapisan masyarakat,
melalui penerapan konsep lingkungan hidup melalui pendidikan formal
yang terintegrasi dengan mata pelajaran lain misalnya PPKn, Pendidikan
Agama, Pendidikan Biologi, Pendidikan Geografi serta mata pelajaran
lainnya yang relevan. Kementerian Pendidikan Nasional melalui Biro
Perencanaan ke Luar Negeri merupakan institusi pemerintah yang sangat
apresiasi dalam menjaga kualitas lingkungan hidup, melalui peningkatan
sumber daya manusia. Hal ini dilakukan agar tercipta
intelektual-intelektual muda yang lebih bermartabat, bersaing dan
berdaya guna dalam menyongsong era globalisasi transformasi, menuju
Indonesia yang lebih baik, adil dan makmur.
sumber: http://satriabajabiru.blogspot.com/2012/02/etika-lingkungan-hidup.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar